Rabu, 25 November 2009

SELAMATKAN HUTAN KALIMANTAN


BKASDA KALSEL - DEPARTEMEN KEHUTANAN RI




Menteri Kehutanan dan Menteri KLH dalam rangka selamatkan hutan Kalsel.

Sabtu, 14 November 2009

MARI KITA MENANGKAR YUUK ... !



 MENANGKAR EMYS

Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dapat diberikan kepada : Perorangan, Koperasi, Badan Hukum, dan Lembaga Konservasi. Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dalam bentuk :
  1. Captive Breeding (pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol),
    1. Untuk jenis yang dilindungi, diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan.
    2. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,
    3. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.
Kepala Dinas Propinsi (yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar)
Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar , diajukan kepada Kepala Dinas dengan tembusan Direktur Jenderal dan Kepala Balai KSDA setempat.
    1. Untuk perorangan,
      Untuk permohonan izin perorangan dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      • Identitas pemohon berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh Camat,
      • Surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi tidak sedang dalam sengketa,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
 


Berita Acara Pemeriksaan Teknis dan rekomendasi ari Kepala Balai KSDA. Proposal penangkaran memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. Data/Organisasi perusahaan (termasuk nama, alamat, pemilik, manajer, tanggal didirikan),
  2. Data mengenai tenaga kerja/tenaga ahli dibidang penangkaran jenis yang bersangkutan,
  3. Fasilitas sarana prasarana penangkaran,
  4. Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan,
  5. Uraian rencana pengadaan bibit perbanyakan tumbuhan atau induk satwa (jumlah, taksiran umur, generasi keturunan, jenis kelamin atau sex ratio, asal usul),
  6. Metoda dan teknik penangkaran serta analisis teknis penangkaran mengenai prediksi hasil penangkaran yang siap dipasarkan antara lain waktu menetas/beranak, jumlah anakan dan pertumbuhan,
  7. Rencana hasil penangkaran yang diharapkan selama jangka 5 tahun,
  8. Deskripsi mengenai sitem dan metoda penandaan,
  9. Deskripsi sarana prasarana penangkaran yang telah dan akan dibangun (fasilitas pemeliharaan, pembiakan dan pembesaran termasuk fasilitas kesehatan),
  10. Analisis finansial mengenai prediksi keuntungan dari usaha dimaksud.
Rencana Kerja Lima Tahunan, berisi hal-hal antara lain :
  1. Data perusahaan,
  2. Data stok satwa atau tumbuhan,
  3. Tenaga kerja dan sarana prasarana,
  4. Rencana kegiatan selama lima tahun.
      •  




IJIN PENANGKARAN



Ijin Penangkaran TSL

Proposal penangkaran memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. Data/Organisasi perusahaan (termasuk nama, alamat, pemilik, manajer, tanggal didirikan),
  2. Data mengenai tenaga kerja/tenaga ahli dibidang penangkaran jenis yang bersangkutan,
  3. Fasilitas sarana prasarana penangkaran,
  4. Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan,
  5. Uraian rencana pengadaan bibit perbanyakan tumbuhan atau induk satwa (jumlah, taksiran umur, generasi keturunan, jenis kelamin atau sex ratio, asal usul),
  6. Metoda dan teknik penangkaran serta analisis teknis penangkaran mengenai prediksi hasil penangkaran yang siap dipasarkan antara lain waktu menetas/beranak, jumlah anakan dan pertumbuhan,
  7. Rencana hasil penangkaran yang diharapkan selama jangka 5 tahun,
  8. Deskripsi mengenai sitem dan metoda penandaan,
  9. Deskripsi sarana prasarana penangkaran yang telah dan akan dibangun (fasilitas pemeliharaan, pembiakan dan pembesaran termasuk fasilitas kesehatan),
  10. Analisis finansial mengenai prediksi keuntungan dari usaha dimaksud.
Rencana Kerja Lima Tahunan, berisi hal-hal antara lain :

  1. Data perusahaan,
  2. Data stok satwa atau tumbuhan,
  3. Tenaga kerja dan sarana prasarana,
  4. Rencana kegiatan selama lima tahun.
  1. Rearing/Ranching (pembesaran anakan dari telur/anakan dari habitat alam),
    • Untuk jenis yang dilindungi diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan,
    • Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,
    • Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.
  2. Artificial Propagation (per

Tata Cara Permohonan Izin Permohonan izin penangkaran yang diterbitkan oleh :
  1. Direktur Jenderal PHKA Permohonan izin penangkaran diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur, Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Balai KSDA setempat.
    1. Untuk izin perorangan Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk perorangan dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan, yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      • Foto copy Kartu Tanda Penduduk atau izin tempat tinggal bagi warga negara asing yang masih berlaku,
      • Surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana perolehan induk dari Kepala Balai KSDA,
      • Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Balai KSDA.
    2. Untuk Koperasi, Badan Usaha, dan Lembaga Konservasi Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk Koperasi, Badan Hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunanuntuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      • Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      • Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan lokasi dari Camat yang menyatakan berdasarkan Undang Undang Gangguan bahwa usaha tersebut tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      • Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Balai KSDA.
  2. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar, diajukan kepada Kepala Balai KSDA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
    1. Untuk perorangan, Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk perorangan, dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Seki Wilayah,
      • Foto copy Kartu Tanda Penduduk atau Izin Tempat tinggal bagi warga negara asing yang masih berlaku,
      • Surat Keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rensahnya Camat setenpat yang menerangkan bahw akgiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi tidak dlam sengketa,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana induk dari Kepala Balai KSDA,
      • Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Seksi Wilayah.
    2. Untuk Koperasi, Badan Hukum, dan Lembaga Konservasi, Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk Koperasi, Badan Hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Seki Wilayah,
      • Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      • Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegitan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi sedang tidak dalam sengketa,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana induk dari Kepala Bali KSDA,
      • Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Seksi Wilayah.
  3. Kepala Dinas Propinsi (yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar)
    Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar , diajukan kepada Kepala Dinas dengan tembusan Direktur Jenderal dan Kepala Balai KSDA setempat.
    1. Untuk perorangan,
      Untuk permohonan izin perorangan dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      • Identitas pemohon berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh Camat,
      • Surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi tidak sedang dalam sengketa,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      • Berita Acara Pemeriksaan Teknis dan rekomendasi ari Kepala Balai KSDA.
    2. Untuk Koperasi, Badan hukum, dan Lembaga Konservasi,
      Permohonan izin untuk Koperasi, Badan hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      • Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      • Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      • Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan berdasarkan Undang Undang Gangguan bahwa usaha tersebut tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia,
      • Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      • Berita Acara Pemeriksaan Teknis dan rekomendasi ari Kepala Balai KSDA.
Proposal penangkaran memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. Data/Organisasi perusahaan (termasuk nama, alamat, pemilik, manajer, tanggal didirikan),
  2. Data mengenai tenaga kerja/tenaga ahli dibidang penangkaran jenis yang bersangkutan,
  3. Fasilitas sarana prasarana penangkaran,
  4. Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan,
  5. Uraian rencana pengadaan bibit perbanyakan tumbuhan atau induk satwa (jumlah, taksiran umur, generasi keturunan, jenis kelamin atau sex ratio, asal usul),
  6. Metoda dan teknik penangkaran serta analisis teknis penangkaran mengenai prediksi hasil penangkaran yang siap dipasarkan antara lain waktu menetas/beranak, jumlah anakan dan pertumbuhan,
  7. Rencana hasil penangkaran yang diharapkan selama jangka 5 tahun,
  8. Deskripsi mengenai sitem dan metoda penandaan,
  9. Deskripsi sarana prasarana penangkaran yang telah dan akan dibangun (fasilitas pemeliharaan, pembiakan dan pembesaran termasuk fasilitas kesehatan),
  10. Analisis finansial mengenai prediksi keuntungan dari usaha dimaksud.
Rencana Kerja Lima Tahunan, berisi hal-hal antara lain :
  1. Data perusahaan,
  2. Data stok satwa atau tumbuhan,
  3. Tenaga kerja dan sarana prasarana,
  4. Rencana kegiatan selama lima tahun.
Pembinaan dan Pengendalian
Otoritas Keilmuan (Scientific authority), sesuai dengan ketentuan CITES Resolusi Conf. 10.3 wajib memberikan saran dan rekomendasi kepada Direktur Jenderal PHKA selaku pelaksana Otoritas Pengelola CITES di Indonesia, mengenai keberhasilan suatu unit penangkaran untuk dapat mengekspor hasilnya sesuai dengan Article VII paragraph 4 dan paragraph 5 CITES mengenai ketentuan ekspor hasil pengembangbiakan satwa dan perbanyakan tumbuhan secara buatan. Dalam pelaksanaannya Otoritas Keilmuan melakukan pembinaan kepada para penangkar tumbuhan dan satwa liar. Otoritas Pengelola wajib melakukan pembinaan kepada unit penangkaran mengenai penandaan, sistem pencatatan dan pelaporan yang benar serta pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran.
Dalam rangka pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran, Kepala Balai KSDA melakukan pemeriksaan silang terhadap laporan bulanan, buku catatan harian, penandaan dan fisik tumbuhan dan satwa liar di dalam penangkaran. Pemeriksaan silang dilakukan secara berkala paling sedikit satu kali dalam enam bulan, atau apabila karena sesuatu hal dipandang perlu. Berdasarkan hasil pembinaan dan pengendalian Kepala Balai membuat Catatan Kinerja unit Penangkaran. Kepala Balai wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal mengenai hasil pemeriksaan dan Catatan Kinerja Unit Penangkaran.
Pencatatan dan Pelaporan
Setiap unit penangkaran tumbuhan dan satwa liar wajib membuat buku induk (Stud book) dan buku catatan harian (Log book) mengenai perkembangan seluruh tumbuhan atau satwa di dalam penangkaran. Buku catatan harian harus terbuka bagi petugas dalam rangka pembinaan dan kontrol serta bagi auditor dalam rangka penilaian pemenuhan standar kualifikasi. Setiap unit penangkaran tumbuhan dan satwa liar wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai perkembangan seluruh tumbuhan atau satwa di dalam penangkaran. Laporan tersebut berisi perubahan (mutasi), pada hasil penangkaran termasuk diantaranya kelahiran, perbanyakan, kematian, penjualan untuk setiap generasi dan induk-induknya.





Jumat, 13 November 2009

KOMITMEN PEMERINTAHAN SBY TERHADAP PERLINDUNGAN ALAM



Pembangunan ditujukan untuk mensejahterakan rakyat.
Bumi dan air dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

KOMITMEN BERSAMA SELAMATKAN LINGKUNGAN


Komitmen yang kuat dalam rangka perlingdungan dan pelestarian flora dan fauna kalimantan.


Silaturahmi DPR - RI, BKSDA dan Masyarakat swasta dalam rangka menyatukan visi pelestarian alam.

KANDANG EMYS BENTUK INTENSIF DAN BERPASIR


MANOURIA EMYS


Manouria emys is the largest tortoise in Indomalaya and the fourth largest in the world. In general, the carapace is flattened on top, but broad, low and slightly wider posteriorly. With the exception of older animals, clear growth annuli surrounding the central areolae are apparent in vertebral and costal scutes. Scutes appear raised excluding very young animals where they exhibit a clear concavity. These turtles have a pronounced lack of derived morphological features (Crumly, 1982; Crumly, 1984). The primitive characteristics include mental glands, similar to batagurids (Winokur & Legler, 1975), arrangement of the carpal bones (Auffenberg, 1966) and early stages of tortoise-like shells evident in interior gular and epiplastral excavation (Highfield, 1990). Its primitive nature is also evident in its mesic habitat preference (Auffenberg, 1971; Pritchard, 1979). These tortoises also exhibit the very unusual nesting behavior of building and defending a raised nest mound.
The distinction between the sexes is not dramatic (Fig. 1) and there is often little difference even in size (Obst, 1988). Males may have longer thicker tails, a more posterior vent and a bulge on the anterior fifth vertebral scute (Morgan and Schaffer, 2001). Old males and some females may have a slightly concave plastron with little size dimorphism. Vocalization, primarily related to mating, occurs in both sexes. Males vocalize during courtship, mounting and copulation. Females limit calls to early stages of mating.



Manouria emys is divided into 2 subspecies: M. e. phayrei (Burmese black mountain tortoise) and M. e. emys (Burmese brown mountain tortoise). The key difference between the two subspecies is found in the pectoral scutes. In M. e. phayrei the pectoral scutes normally meet at or near the midline (Wirot 1979; Ernst & Barbour 1989; Cox et al., 1998), while they are widely separated in M. e. emys.
Manouria emys phayrei, the northern subspecies, ranges from central and northern Thailand, Myanmar, Assam, and Bangladesh to India (Pritchard, 1979; Wirot, 1979; Das, 1985; Obst, 1983; Tikader & Sharma, 1985; Ernst & Barbour, 1989; Das, 1991; Iverson, 1992; Cox et al., 1998; Liat & Das, 1999; Iverson et al., 2001) (Fig. 2). In addition to a more northern range, it is larger (60 cm), has larger clutches (51), and is generally darker, with a dark brown, olive or black domed carapace.
Manouria e. emys has a more southerly range in southern Thailand, Malaysia, Sumatra, Borneo and some of the Indonesian Islands (Fig. 2). It is also (questionably) reported from Australia, China, Cambodia, Lao PDR and Vietnam (Gunther, 1864, Gray, 1870; Bourret 1941; Wu, 1943; Das, 1991; Jenkins 1995). Of these, the Australian “Murray River” specimen (Gunther, 1864) was acquired by the British Museum from Gould “with a series of skins of Kangaroos and other Australian mammalia and reptiles... (Gray, 1870)”. It was obviously mislabeled by the Museum or Gould. Wu (1943) described the species from a zooarchaeological specimen from in a Shang Dynasty site, a group that practiced plastromancy (divination by chelonian plastron). Bourret (1941) noted the origin of the specimen was Cholon (Chinatown in the former Saigon). Manouria e. emys is smaller (50 cm), has smaller clutches (30), and generally has a lighter yellowish brown flattened carapace. Sometimes the seams may be darker.

Figure 2. A range map showing the distribution of Manouria e. phayrei, Manouria e. emys, and the possible intergrades.

Hatchlings of both subspecies appear similar, differing primarily in color (Fig. 3 a&b) and pectoral scute arrangement (Fig. 3 c&d).


BREEDING EMYS ITU MUDAH


KANDANG UMBARAN EMYS


Senin, 28 September 2009

Daftar Nama Jenis Kura-kura yang dilindungi Undang-undang

<b>Daftar Nama Jenis Kura-kura yang dilindungi Undang-undang

No. Nama daerah
(local name) Familia Nama Inggris
(English name) Spesies
1. Tuntong Emydidae River terrapin Batagur baska
2. Biyuku Emydidae Aquatic tortoise Orlitia borneensis
3. Labi-labi moncong babi Carettochelydidae Irian tortoise Carettochelys insculpta
4. Kura-kura Irian leher pendek Chelidae New Guinea Snapper Elseya novaeguinea
5. Kura-kura Irian leher panjang Chelidae Long necked tortoisa Chelodina novaeguineae
6. Labi-labi Besar Triochydae Giant fresh water turtle Chitra indica
7. Penyu Ridel Cheloniidae Grey olive longerhead Lepidochelys olivaceae
8. Penyu Tempayan Cheloniidae Red brown longerhead Caretta caretta
9. Penyu Belimbing Dermochelyidae Leather back turtle Dermochelys coriacea

Senin, 14 September 2009

CUORA AMBONENSIS TERANCAM


Perdagangan Ilegal Ancam Kura Batok  

Rabu, 25 Februari 2009 | 10:50 WIB


TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur:Kelompok pemantau lingkungan Traffic menyatakan kura-kura batok (Cuora amboinensis) mulai langka di sejumlah daerah di Indonesia akibat perdagangan illegal. Jutaan kura-kura itu dijual sebagai hewan peliharaan ke Amerika dan Eropa atau dibantai untuk diambil dagingnya.

Traffic mengatakan perdagangan illegal besar-besaran itu menyebabkan kura-kura itu menghilang dari kawasan yang semula banyak dihuni reptil tersebut. Mereka memperkirakan 2,1 juta kura-kura diperdagangkan setiap tahun. "Daging kura-kura itu digunakan dalam makanan maupun obat tradisional Cina, dengan pasar terbesar di Hong Kong, Cina, Singapura, dan Malaysia," kata kelompok itu. "Sebagian besar disuplai dari Indonesia."

Traffic mendesak pemerintah Indonesia untuk memberantas perdagangan illegal, dan membatasi jumlah aman yang dapat diperdagangkan setiap tahun. Kelompok itu mengatakan kuota resmi tahunan Indonesia untuk satwa itu hanya 18 ribu ekor per tahun, namun di lapangan jumlah kura-kura batok yang diperjualbelikan mencapai 10 sampai 100 kali lipat batas legal.

"Tingkat eksploitasi ilegal yang saat ini terjadi akan membuat kura-kura batok di seluruh Indonesia akan menghilang secara sistematis," kata Sabine Schoppe, penulis laporan itu. "Indikasi tentang apa yang telah jelas terlihat pada pusat perdagangan dan koleksi."

Studi itu menemukan bahwa sedikitnya 18 pedagang binatang di Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan

TJANDRA DEWI | AFP
memperdagangkan satwa itu secara ilegal. Setiap pedagang menjual sekitar 2.230 ekor kura-kura tiap pekan sehingga total kura-kura yang diperdagangkan mencapai 2,1 juta ekor per tahun. Kura-kura batok telah terdaftar dalam konvensi CITES yang mengatur perdagangan binatang dan tumbuhan liar internasional.


Sabtu, 12 September 2009

PENANGKARAN KURA KURA RED EAR SLIDER

TAMAN KURA KURA

BIUKO JUGA DIGEMARI PARA HOBIIS MANCA NEGARA

Penangkaran Biuko atau orlitia borneoensis diluar negeri. Kenapa perhatian dinegeri kita terhadap satwa satu ini sangat minim. Peraturan dan perundangan untuk satwa langka sering justru tidak menyentuh akar permasalahannya. Banyak dijumpai orang yang ingin melindungi dan mencoba menangkarnya, malah dipersulit bahkan dipermasalahakan. Negeriku ... negeriku ... !? Capek ... deh ...!!!
Harapan kita kedepan, ditemukan adanya kesepahaman yang membuat para hobiis, pencinta dan penyayang satwa ini menjadi lebih nyaman membantu pemerintah dalam rangka melindungi dan melestarikannya. Mari kita selamatkan kekayaan satwa endemik kita dari kepunahan. Dan ini menjadi tanggungjawab kita bersama. Stuju ...

Jumat, 04 September 2009

PERDAGANGAN KURA KURA BATOK "CUORA AMBOINENSIS"

Perdagangan Ilegal Ancam Kura Batok  
Rabu, 25 Februari 2009 | 10:50 WIB


TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur:Kelompok pemantau lingkungan Traffic menyatakan kura-kura batok (Cuora amboinensis) mulai langka di sejumlah daerah di Indonesia akibat perdagangan illegal. Jutaan kura-kura itu dijual sebagai hewan peliharaan ke Amerika dan Eropa atau dibantai untuk diambil dagingnya.

Traffic mengatakan perdagangan illegal besar-besaran itu menyebabkan kura-kura itu menghilang dari kawasan yang semula banyak dihuni reptil tersebut. Mereka memperkirakan 2,1 juta kura-kura diperdagangkan setiap tahun. "Daging kura-kura itu digunakan dalam makanan maupun obat tradisional Cina, dengan pasar terbesar di Hong Kong, Cina, Singapura, dan Malaysia," kata kelompok itu. "Sebagian besar disuplai dari Indonesia."

Traffic mendesak pemerintah Indonesia untuk memberantas perdagangan illegal, dan membatasi jumlah aman yang dapat diperdagangkan setiap tahun. Kelompok itu mengatakan kuota resmi tahunan Indonesia untuk satwa itu hanya 18 ribu ekor per tahun, namun di lapangan jumlah kura-kura batok yang diperjualbelikan mencapai 10 sampai 100 kali lipat batas legal.

"Tingkat eksploitasi ilegal yang saat ini terjadi akan membuat kura-kura batok di seluruh Indonesia akan menghilang secara sistematis," kata Sabine Schoppe, penulis laporan itu. "Indikasi tentang apa yang telah jelas terlihat pada pusat perdagangan dan koleksi."

Studi itu menemukan bahwa sedikitnya 18 pedagang binatang di Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan memperdagangkan satwa itu secara ilegal. Setiap pedagang menjual sekitar 2.230 ekor kura-kura tiap pekan sehingga total kura-kura yang diperdagangkan mencapai 2,1 juta ekor per tahun. Kura-kura batok telah terdaftar dalam konvensi CITES yang mengatur perdagangan binatang dan tumbuhan liar internasional.

TJANDRA DEWI | AFP


Rabu, 02 September 2009

Indonesia (Reported March 18, 2009):  Recent investigations during a crocodile survey in Kalimantan (Borneo) showed, that hunting/collecting of large sized Orlitia borneensis is still occurring.

Orlitia borneensis hunting still hot in Borneo

The indigenous Dayak people do not hunt and use the species for their own consumption, but sell the turtles to middle-men who then sell them on to wholesalers.  It's not clear if the species is still be shipped to southern Chinese markets, such as Guangdong and Shenchen.  Large specimens have not been observed on a regular basis in recent Chinese market surveys. 

Courtesy of Hans-Dieter Philippen